Hikam tinggal bersama neneknya di satu petak rumah, dengan 1 kamar tidur yang sekaligus menjadi ruang tamu, serta 1 kamar mandi.
Neneknya (65), menjadi buruh tani, membantu orang melakukan panen padi atau tembakau. Biasanya hanya diupah 30,000 perminggu.
Nenek dan Hikam menjalani hidup dengan sangat sederhana. Mereka tinggal di satu petak rumah, dengan 1 kamar tidur yang sekaligus menjadi ruang tamu, serta 1 kamar mandi. Nenek Muti’ah yang sudah berusia ±65 tahun bekerja sebagai buruh tani untuk memenuhi kebutuhannya dan sang cucu yang terdiagnosis autisme. Terlebih lagi, orang tua Hikam sangat jarang mengunjungi Hikam. Sehingga, Nenek Muti’ah lah yang menjadi wali tunggal sekaligus menjadi orang yang harus mencari nafkah untuk Hikam.
Awalnya Nenek Mutiah pasrah dengan keadaan karena orangtua hikam yang sudah membangun hidup baru dan malu dengan kondisi Hikam yang Autisme.
Namun, melihat perkembangan Hikam dari hari ke hari setelah diberikan terapi, Nenek Mutiah merasa memiliki harapan baru untuk melihat Hikam bisa tumbuh dan dewasa seperti anak lainnya.
Neneknya menginginkan Hikam mendapatkan perawatan khusus dari lembaga ahli. Namun, terkendala kondisi ekonomi.
Belum ada Fundraiser