Kepergian sosok suami sebagai tulang punggung keluarga begitu meninggalkan kesedihan. Bagaimana tidak, sebagai ibu tunggal Ibu Nur harus berjuang mengais rizeki untuk menghidupi 3 anaknya yang masih kecil dan satu anaknya yang cacat sejak lahir. Namun Ibu Nur pantang menyerah, untuk menghidupi keluarga kecilnya, Ibu Nur Mencari nafkah dengan berjualan kue keliling.
Ibu Nur merupakan sosok yang kuat, ia harus tabah sebagai ibu tunggal untuk membesarkan anaknya yang masih kecil dan 1 anaknya yang cacat sejak lahir, ia berkeliling berjualan kue di sekitar rumahnya dengan ikut membawa sang anak. Namun terkadang jualannya hanya laku sedikit, walaupun sudah berjalan seharian ia hanya mendapat upah Rp.10.000 dari hasil jualannya setiap harinya dan bahkan kadang-kadang tidak laku juga. Ia hanya bisa menahan lapar dan memberikan sang anak sisa roti untuk dimakan demi mengganjal perutnya hari ini.
“Memang susah, apalagi kepergian suami saya masih terasa, Adik Firgi juga sering tantrum tidak menentu, namun saya harus belajar untuk menjalaninya dengan pelan-pelan” tutur Ibu Nur
Memang miris kondisi keluarga kecilnya yang sangat kekurangan, sang ayah kala itu menderita tumor di wajahnya baru-baru ini meninggal dunia. Hanya tinggal Ibu Nur sebagai Ibu tunggal yang harus menghidupi keluarga dan merawat ketiga anaknya yang masih kecil. Ibu Nur harus tegar dan harus cepat berlalu dari kesedihan dari kepergian sosok suami.
Anak sulungnya sejak lahir tidak normal seperti anak lainnya, dia lahir dalam keadaan cacat dan mental yang tidak bisa di atur, jangankan untuk bergerak, bicara saja ia tidak bisa. Namanya Adik Firgawan, ia hanya bisa duduka di kursi roda yang sudah tua, bahkan kondisi kursi roda yang ia duduki sangat tidak nyaman. Untuk tetap bisa berfungsi, kursi rodanya diikat dnegan kain bekas di depan dan belakang, bahkan tempat duduknya sudah semakin menurun.
Seringkali rasa sakit yang kerap kambuh di waktu yang tidak menentu dirasakan oleh AdikFirgiawan, ia hanya bisa mengerang untuk mengungkapkan rasa sakitnya. Dulu ia sempat dibawa oleh orangtuanya ke dokter spesialis, namun saat itu sang dokter pun lepas tangan dan ia disarankan untuk pindah ke Rumah Sakit yang lebih besar di Bali, namun kondisi orangtua yang terkendala biaya membuatnya tal mampu untuk meneruskan pengobatan. Selain itu, ia juga berikhtiar untuk berobat secara tradisional, namun sampai saat ini kondisi Adik Firgiawan masih belum berubah. Sedangkan kedua anak lainnya yang masih kecil juga memerlukan perhatian sang ibu, sehingga Ibu Nur dengan terpaksa membawa anaknya sambil berjualan kue keliling.
Menjalani hidup dengan tabah dan penuh kebesaran hati adalah cara Ibu Nur untuk menyikapi kehidupan. Dengan segala keterbatasannya, ia tetap semangat dan penuh harapan akan datang masa depan yang cerah untuknya dan ketiga anaknya. Mirisnya lagi ia seorang ibu tunggal yang merawat sekaligus mencari nafkah hanya dengan berjualan es keliling. Jangankan untuk berobat untuk makan saja mereka harus berbagi bahkan terkadang harus menahan lapar. Yuk kita bantu Ibu Nur sebagai tulang punggung keluarga untuk memiliki usaha yang lebih layak dan bisa menunjang kebutuhan sehari-harinya dan bisa mengobati Adik Firgiawan.